Home » , , » Kenapa Saya Menjadi Aremania

Kenapa Saya Menjadi Aremania

Written By Unknown on 30 Mei 2012 | 00.39


Saya mengenal Arema sekitar tahun 2000 (masuk malang tahun 1997) berasal dari pulau bagian tengah Indonesia, Pulau Sumbawa, Kota Bima (Arek Bima hehehe)
Awalnya saya membeci tingkah Aremania ketika hendak menonton AREMA main di Gajayana (Tahun 1997-2000), karena saya pernah kena sambitan kayu bendera Aremania, tingkah yg ugal2an, merasa paling kuasa atas jalanan.
Baru pada sekitar thn 2000-an Aremania mulai berubah dan mulai tertib. dimana suporter yg lain masih anarkis. Dan ini menarik perhatian saya utk datang dan menonton Arema bertanding di Stadion Gajayana, kebetulan teman2 saya byk yg AREMA (Arek Malang), sukun, mergosono, dll.
Akhirnya saya saya jatuh cinta dgn Arema, walau saya bukan Arema (Arek Malang).
12tahun di malang, Arema adalah maghnet... arema adalah filosofis, saya pernah mengalami kejadian ketika di alun2 ketika simpatisan PDIP dan PKB bertemu, mereka sudah hampir saling baku hantam, dan tiba2 ada teriakan: "Woyyyy podho arema eee.....!!! 
Dan itu adalah ibarat sebuah kalimat yg mengandung unsur magis, merekapun berdamai. satu hal yang bisa saya simpulkan AREMA itu adalah filosofis, sebuah KATA yang memiliki NILAI tersendiri. dan ini tidak dimiliki oleh daerah lain.
sampai muncul kata AREMA... entah itu warung makan, tambal ban, restoran, toko kelontong, tukang pangkas rambut, dll.

Apa arti Arema dan mejadi Aremania?
  • Tanyakan pada mereka yang merogoh kocek utk ikut menyumbang ketika Arema Pailit
  • Pada mereka yang tidak mengindahkan hujan dan panas dan datang ke stadion untuk mendukung Arema.
  • Pada mereka yang dengan modal seadanya ikut tour kemana Arema bertanding.
  • pada mereka yg rela menyisihkan uang rokok hanya untuk membeli tiket masuk ke stadion.
  • pada mereka yang ikut mendoakan arema di rumah karena tak mampu membeli tiket utk menonton langsung di stadion.
Salut.... Arema lebih dari sepakbola dan Aremania

Salam Satu Jiwa [S1j]
Dari Malang Untuk Indonesia

By: Tafi La Qumal
Share this article :

1 komentar:

Monggo dikomentari, Salam Satu Jiwa